Selasa, Oktober 15, 2013

Wanita dan Tempat Sampah

     Wanita. Makhluk terindah yang pernah aku temui. Makhluk terkompleks yang pernah ada. Bukan dari fisikny atau organ-organ bagian dalam, melainkan dari segi hati dan perasaan. Gak ada yang bisa menebak apa yang ada di hati mereka, bahkan untuk se-per sekian detik, hati dan perasaan mereka bisa berubah. Ada kalanya mereka jujur, ada kalanya pula mereka bohong soal isi hati mereka sendiri. Tak jarang pula, mereka tak punya perasaan. Selalu menyalahkan pria, tapi tak mau disalahkan. Tapi semua itu tergantung waktu dan kejadian. Wanita dan pria, menurutku tak jauh berbeda klo sedang emosi. Terkadang sama-sama tak punya perasaan.

      Banyak wanita yang telah mengisi hari-hariku, baik yang menjadi teman maupun menjadi kekasih. Dari sekian banyak itu, aku paling benci dengan mereka yang hanya menjadikanku sebagai kendi atas air mata kesedihan mereka. Lalu meninggalkanku disaat mereka udah merasa tenang dan bahagia. Tak ada kebahagiaan yang aku terima. Tak ada senyum yang mereka bagi. Lagi, jika mereka sedih, kembali lagi padaku.

     Ada beberapa wanita yang datang kepadaku, "Mo, dia itu orangnya gimana sih? Aku suka sama dia, tapi aku bingung sm dia. Dia itu cowok, Mo, dia bukan cewek dan bla...bla...bla". Mereka cerita dengan serunya. Aku mendengarkan tanpa ia tahu apa yang ada dalam hatiku. 

     "Woy!!Mba, gk kasian sama aku? Aku juga pengin, mba, disukain sama cewek, kayak dia. Mending sama aku aja deh, aku kan enak diajak curhat", seperti itu bila hatiku bisa teriak. 

     Pulsaku sering habis untuk meladeni wanita-wanita kayak gitu. Aku sebenarnya senang kalau ada wanita yang mau cerita/curhat ke aku. Tapi mbok ya, jangan ditinggal klo udah gak ada bahan curhatan. Aku juga pengin curhat. Aku juga punya masalah yang pengin aku ceritakan. Aku juga butuh nasihat, kritik dan saran. Aku juga pengin ada wanita yang suka sama aku (sebenernya ada, cuma aku gak tau dan si wanita gak mau jujur).

     Curhat tentang cowok yang mereka suka atau masalah dengan pacar mereka. Klo udah dapet pacar atau baikan sama pacarnya, yaudah, aku dibiarin ngambang di kali.  Giliran aku butuh mereka untuk curhat, dimana mereka? Mereka pura-pura sibuk. Sibuk apa? sibuk pacaran. Kampret!!. Ada juga yang bilang," Mo, aku kan udah punya pacar, jadi kita jaga jarak. Aku takut pacar aku marah". What the !@3K!!?? Eh, Mba, kalau gak ada aku, kamu gak bakal pacaran sama dia. Kamu masih jomblo kalau gak ada aku. Aku doain dia itu jadi calon mantanmu, baru tahu rasa.

      Aku butuh kalian sebagai tempat curhatku. Sama seperti kalian yang membutuhkan aku. Kalian itu penipu. Dulu nangis dan bilang kalau si dia itu gak punya perasaan. Cuih!! Kalian juga gak punya perasaan. Kalian udah ninggalin aku, padahal aku juga butuh kalian. Tapi kalian selalu saja punya alasan untuk menghindar dari cerita anak alay sepertiku.

      Hampir semua wanita yang pernah curhat ke aku, pernah dekat sama aku, kini menjauh. Mengakui aku sebagai teman pun kayaknya terpaksa. Sekadar balas jasa. Aku mention mereka pun, gak dibalas.

      Kebahagiaan itu merupakan aib bagi mereka, tapi kesedihan adalah konsumsi publik. Kenapa? Mereka sedang bahagia, tapi mereka sama sekali enggan untuk membagi bahagia mereka ke aku yang dulu menjadi tempat penampungan air mata (buaya) mereka. Itu sama saja dengan aib kan? Lain halnya saat mereka sedih. Mereka langsung cerita. Aku memang tempat sampah atas kesedihan mereka yang berhati sampah. Maaf kalau kasar, tapi itulah kenyataannya.

      Aku ini pria yang juga punya hati dan perasaan yang pun sakit jika dilukai. Aku juga punya masalah untuk aku ceritakan. Aku juga ingin curhat. Jangan anggap aku tempat sampah untuk kesedihan kalian. Anggap aku sebagai manusia yang punya hati dan perasaan.

      Aku doakan, semoga yang sedang bahagia akan terus bahagia dan semoga yang punya pacar langgeng sama pacarnya. Kasihanilah diri ini yang masih single. Sekian


*Gemo*

Lakumu Puisi

Yogyakarta, 23 Mei 2013

Ibu
Andai aku disuruh menulis puisi tentangmu,
aku takkan mau
karena aku tak bisa

Mereka mungkin akan bertanya,
"Kamu bisa bikin puisi tentang cinta, patah hati dan
tentang kegundahanmu.
Tapi kenapa kamu tak mau dan tak mampu menulis puisi tentang ibu? Apakah ibumu tak berarti?"

Bukannya aku tak mau
Bukannya aku tak mampu
Hanya saja,
adakah hal yang lebih indah melebihi kasih sayang seorang ibu?
adakah puisi yang lebih puitis melebihi puisi dari tindak kasih sayang seorang ibu?

Ibu adalah puisi berjalan
Setiap tingkah-lakunya adalah puisi
Setiap kata-kata ia ucapkan adalah kata-kata yang amat puitis

Aneh sekali jika aku menulis puisi ke dalam puisi

Ibu adalah puisi terindah yang pernah aku lihat

Puisi paling romantis sepanjang masa

Puisi yang takkan mampu ditulis diatas kertas

Seluruh keindahan dunia dan akhirat ada pada dirinya
Karena ditelapak kakinya, surga berada
Tiada surga kudapatkan tanpa dirinya

Ibu
Terima kasih
Engkau telah menghanyutkan dalam puisi indahmu
Kau adalah bidadari surga yang turun kebumi
Tuk memberiku puisi lewat laku puitismu

Terima kasih ibu


                       *Gemo Gibran*


Tetap Istimewa

     Ketemu lagi dengan tanggal 15 Oktober, tapi di tahun yang berbeda. Sekarang tahun 2013. Bedanya adalah 15 Oktober tahun ini bertepatan dengan hari raya Idul Adha, 10 Zhulhijjah 1434 H. Takbir berkumandang diselurh dunia. Tak terkecuali di Jogja.
  
     Di daerah nan istimewa ini, takbir pun berkumandang nyaring. Menggetarkan jiwa-jiwa yang merasakan kehadiran Allah. Jogja istimewa di hari nan istimewa. Semakin menambah istimewa tempatku menuntut ilmu ini.

     Dari beberapa hari yang lalu, aku menanti-nanti hari ini atau lebih tepatnya menanti tanggal ini datang. Aku ingin bernostalgia dengan kegalauanku. Tanggal 15 Oktober yang istimewa untuk seorang wanita yang istimewa pula di hatiku. Di tanggal yang sama, dua tahun yang lalu, aku mengungkapkan perasaanku kepada seorang wanita yang dulu sempat mengisi kekosongan hatiku. Tanggal 15 Oktober dua tahun yang lalu itu berada pada hari sabtu. Di hari itu juga, Liverpool bertanding melawan Manchester United dengan skor akhir 1-1. Gol Liverpool dicetak oleh Gerrard melalui eksekusi bola mati, sedangkan gol MU dicetak oleh Chicarito. Sial.

      Kembali ke cerita.
     Di hari itu, aku mengselatankan, eh, maksudku mengutarakan perasaanku kepada seorang wanita manis yang begitu aku sukai dan aku kagumi (Kejadian ini aku tulis menjadi sebuah cerpen. Masih dalam tahap penulisan). Pengutaraan itu sebenarnya terburu-buru. Aku hanya punya waktu persiapan selama dua hari (emang butuh berapa lama, ya, biasanya?). Tapi demi wanita yang aku damba, aku rela melakukan apa pun. I'm a crazy man.

      Nama wanita yang aku suka itu Putik Bunga Indah Sari. Dia manis sekali. Apalagi kalau dia senyum, ahhhhh manis sekali (lebih jelasnya, tunggu cerpennya terbit). Gak butuh waktu yang lama bagiku untuk deketin dia. Sekitar dua minggu saja. Bentar kan?

      Aku nembak dia pake dua bungkus coklat Beng-beng (gak romantis --"). Aku bungkus dua beng-beng itu dengan secarik kertas yang berisi puisi (ini baru romantis. Semoga puisi yang aku tulis masih dia simpan). Aku nembak di pojokkan gedung auditorium sekolah. Pas di depan masjid pula (perfectoo).

      Bla..Bla...Bla...Bla...
      Dan akhirnyaaaaaa....... Aku diterima. Yeayyy!!
      
      Itu merupakan salah satu kisah indah yang pernah aku jalani. Kini Putik tak lagi di sisiku. Dia kini di sisi yang lain, mungkin sisi kanan atau sisi kiri. Bukan. Dia di sisi seorang cowok yang juga merupakan temanku. Teman 1 angkatan, man. Ajeee gilee. Sakit hati? kagak. Aku gak kena penyakit liver. Tapi sakit perasaan. Sedih? Jelas. Itu wajar. Siapa pun akan merasakan seperti itu bila kehilangan orang yang mereka cintai.

      Aku tak ingin menyebutnya mantan. Dia terlalu manis untuk aku sebut mantan. Dia adalah mimpiku yang gagal ku jaga atau pacar yang kembali menjadi teman. Ya, dia temanku, bukan mantanku. Sakit memang klo diingat. Tapi, bukan berarti aku galau gara-gara itu. Aku malah ketawa klo ingat tentang masa itu. Aku bisa romantis juga ternyata.

      Kini, saat-saat romantis itu tinggal kenangan. Dia memang bukan belahan jiwaku lagi, tapi dia tetap istimewa di hatiku, seistimewa Daerah Istimewa Yogyakarta. I'll never forget it, Putik :) .


*Gemo*

Takbir Di Ranah Rantau

     Hari raya di ranah rantau. Ini tahun kedua di mana aku menjalani hari raya Idul Adha tanpa orang tua di sampingku. Tanpa bersama fisik mereka (ya,meski mereka jauh secara fisik, tp mereka selalu ada di hatiku). Sedih? jelas, karena di tanggal yang sama, dua tahun yang lalu aku mengungkapkan perasaanku kepada wanita yang kini tak lagi di sisiku. Eh, bukan, maksudku sedih karena jauh dari orang tua. Sepi? tidak, karena di sini, di tempatku merantau, juga ada banyak anak rantau. Kami senasib. Selain itu, penduduk lokal pun begitu ramah. Ini salah satu yang membuat ranah rantauku begitu istimewa, penduduknya ramah-ramah, membuatku betah untuk tinggal di sini. Jogja istimewa, istimewa di hatiku :) .
    
     Jauh dari orang tua memang bukan hal yang baru bagiku karena sewaktu SMA, aku sudah sekolah di sekolah yang berasrama. Jarak sekolahku dengan tempat tinggalku itu sekitar 7 jam. Lama sekali. Tapi untuk melewati hari raya, seperti Idul Adha tanpa orang tua, merupakan hal yang baru bagiku. Meski ini sudah tahun kedua, tetap saja aku merasa ada yang kurang. Kurang makan, kurang uang, kurang kerjaan hingga kurang kehadiran mantan. Kurang belaian ortu pokokny. Terutama masakanny yang luar angkasa enak. Lebih enak dari restauran bintang kejora alias bintang kejora. Di rantauanku, cuma bisa makan apa yang ada, gak bisa sesuai selera. Klo gak mau ya, harus mau. Daripada gak makan. Dan klo Idul Adha kayak gini, warung makan bukanya agak siangan. Jadi, dengan hati yang ikhlas namun peruk yang terpaksa, mau gak mau harus nahan lapar hingga siang. 

     Idul Adha di ranah rantau, bagiku biasa saja. Tak ada yang istimewa. Mungkin karena rasa sepi jauh dari ortu yang membuatnya biasa saja. Hampir tak ada beda. Bedanya hanya, berkah yang diberikan saat Idul Adha itu lebih besar :'D . Aku hanya mengurung diri di kamar kos yang rapi. Jalanan pun ku rasa sepi, seperti hatiku yang saat tak kunjung mendapat pasangan. Sakingnya sepinya, aku tadi telat sholat Ied. Pas dateng, imam udah selesai baca Al-Fatihah rakaat pertama. Kasian, ya?

     Sebenarnya sih gak biasa, hanya aku saja yang merasa biasa. Tadi malam ada lomba takbir antar TPA se........ aku juga gak tahu se-daerah mana. Pesertanya unyu-unyu, sekitar umur 7 - 14 tahun. Tapi mereka kreatif loh. Ada yang bawa keranda mayat. Eh, bukan, tapi miniatur Al-Quran yang terbuat dari gabus. Ada pula yang memainkan gamelan. Keren. Gak nyangka klo mereka itu anak orang, aku kira mereka itu anak rantau. Klo anak rantau, pasti mereka lagi twitteran atau jalan-jalan. Separah-parahnya nangis karena kangen mantan, eh, kangen ortu maksudnya.

     Takbir menggema seantero Jogja.  Merinding aku mendengarnya. Menambah rasa rindu kepada ortu. Hewan-hewan kurban ku rasa menitipkan doa kepada malaikat untuk orang-orang yang mau berbagi kepada sesama. Untuk orang-orang yang melewati hari ini dengan kedermawanan. Untuk orang-orang yang memuliakan hari nan akbar ini. 

     Jalanan di sekitar kos-ku cukup sepi. Bapak-bapak ada yang sedang sibuk memotong hewan kurban. Ibu-ibu ada yang sedang memasak. Pemuda-pemudi jomblo ada yang sedang bercinta dengan khayalan mereka akan daging-daging segar. Sedangkan yang pacaran? Aku tak tahu. Karena aku single.

     Aku iri dengan mereka yang bisa berkumpul bersama keluarga. Aku iri dengan mereka yang bisa makan enak. Aku iri, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Menjadi anak rantau merupakan pilihanku demi meraih cita-cita. Mungkin ini pula kenapa orang tuaku memberiku nama gema. Karena mereka ingin aku menggema seperti takbir, dikenal di seantero negeri. Bukan hanya namaku, tapi semua nama yang senasib-seperantauan denganku pun, ingin menggema seperti takbir.

     Takbir di ranah rantau, menggetarkan jiwa-jiwa perantau yang haus akan kasih sayang Sang Pencipta. Mengharapkan ridho-Nya dalam hidup di perantauan. Takbir di ranah rantau, menguatkan jiwa-jiwa perantau yang bersungguh-sungguh dalam menggapai mimpinya. Takbir di ranah rantau adalah oase bagi jiwa-jiwa perantau yang merasa gersang akan kasih-sayang Allah. 

     Ahhhhhh takbir di ranah rantau ini begitu menyejukkan. Semoga para anak rantau tidak menjadi rantauan anak tiri. Sekian.


*Gemo*


(Memang gak jelas apa yang aku tulis, tapi itulah yang ingin aku ceritakan. Yaaaa, apa adanya)